Pengertian Masyarakat Madani
Masyarakat Madani adalah masyarakat yang memiliki keteraturan hidup seperti kemandirian, berkeadilan sosial dan sejahtera. Dalam bahasa Inggris, masyarakat madani dikenal dengan istilah civil society. Artinya adalah masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai peradaban.
www.dosenpendidikan.com/wp-content/uploads/2015/01/Masyarakat-Madani.png
Masyarakat madani mencerminkan tingkat
kemampuan yang tinggi untuk bersikap kritis dalam menghadapi persoalan sosial.
Jadi masyarakat madani (Civil Society) terbentuk dari
kelompok-kelompok kecil di luar kelompok lembaga Negara dan Lembaga lain yang
berorientasi kekuasaan.
Pengertian/Definisi Masyarakat Madani menurut para ahli
Berikut ini beberapa pengertian masyarakat madani
yang dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya para ahli tersebut adalah
sebagai berikut :
Zbighiew Rau, Masyarakat madani adalah suatu
masyarakat yang berkembang dari sejarah, yang mengandalkan ruang di mana
individu dan perkumpulan tempat mereka bergabung, bersaing satu sama lainnya
guna mencapai nilai-nilai yang mereka yakini. Sistem nilai yang harus ada dalam
masyarakat madani menurut Zbighiew Rau adalah:
1) individualisme,
2) pasar (market),
3) pluralisme.
1) individualisme,
2) pasar (market),
3) pluralisme.
Han Sung Joo, Masyarakat madani adalah sebuah
kerangka hukum yang melindungi dan menjamin hakhak dasar individu, perkumpulan
sukarela yang terbebas dari negara, suatu ruang publik yang mampu
mengartikulasi isu-isu politik, gerakan warga negara yang mampu
mengendalikan diri dan independen, yang secara bersama-sama mengakui norma
dan budaya yang menjadi identitas dan solidaritas yang terbentuk
serta pada akhirnya akan terdapat kelompok inti dalam civil society ini. Anwar Ibrahim, Masyarakat madani adalah
masyarakat ideal yang memiliki peradaban maju dan sistem sosial yang
subur yang diasaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara
kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat, yaitu masyarakat yang
cenderung memiliki usaha serta inisiatif individu baik dari segi pemikiran
seni, pelaksanaan pemerintahan untuk mengikuti undang-undang bukan nafsu, demi
terlaksananya sistem yang transparan.
Nurcholish Madjid, Masyarakat madani adalah suatu
tatanan kemasyarakatan yang mengedepankan toleransi, demokrasi, dan berkeadaban
serta menghargai akan adanya pluralisme (kemajemukan). A.S. Hikam A.S. Hikam mendefinisikan
pengertian masyarakat madani berdasarkan istilah civil society. Menurutnya,
civil society didefinisikan sebagai wilayah-wilayah kehidupan sosial yang
terorganisasi dan bercirikan sebagai berikut :
a. Kesukarelaan (voluntary), artinya tidak ada paksaan, namun mempunyai komitmen bersama untuk mewujudkan cita-cita bersama.
b. Keswasembadaan (self generating), artinya setiap anggota mempunyai harga diri yang tinggi.
c. Keswadayaan (self supporting), artinya kemandirian yang kuat tanpa menggantungkan pada negara, atau lembaga atau organisasi lain.
d. Kemandirian yang tinggi terhadap negara, artinya masyarakat madani tidak tergantung pada perintah orang lain termasuk negara.
e. Keterkaitan dengan norma-norma hukum, yang artinya terkait pada nilai-nilai hukum yang disepakati bersama.
Namun sebenarnya, istilah tersebut dikemukakan
oleh Cicero dalam filsafat politiknya. Ia menyebut dengan
istilah societies civillis. Pada awalnya, istilah tersebut identik dengan
negara. Namun dalam perkembangannya, istilah societies civillis dipahami
sebagai organisasi-organisasi masyarakat yang terutama bercirikan kesukarelaan
dan kemandirian yang tinggi, berhadapan dengan negara, serta keterikatan dengan
nilai-nilai atau norma hukum yang dipatuhi masyarakat.
Menurut W.J.S. Poerwadarminto, kata masyarakat
berarti suatu pergaulan hidup manusia, sehimpunan orang yang hidup bersama dalam
suatu tempat dengan ikatan dan aturan yang tertentu. Sedangkan kata madani
berasal dari bahasa Arab yaitu madinah, yang artinya kota. Dengan demikian
masyarakat madani secara etimologis berarti masyarakat kota. Meskipun demikian,
istilah kota tidak merujuk semata-mata kepada letak geografi s, tetapi justru
kepada karakter atau sifat-sifat tertentu yang cocok untuk penduduk sebuah
kota. Dari sini kita paham bahwa masyarakat madani tidak asal
masyarakat yang berada di perkotaan, tetapi yang lebih penting adalah memiliki
sifat-sifat yang cocok dengan orang kota, yaitu yang berperadaban.
Menurut rumusan PBB, masyarakat madani adalah
masyarakat yang demokratis dan menghargai human dignity atau hak-hak tanggung
jawab manusia. Adapun dalam frasa bahasa Latin, masyarakat madani merupakan
padanan frasa civillis societies. Artinya adalah suatu masyarakat yang
didasarkan pada hukum dan hidup beradab.
Sejarah Singkat Masyarakat Madani
Sejarah Civil
Society Tidak terlepas dari filsuf yunani Aris Toteles (384-322 SM)
yang mengandung konsep Civil Society sebagai sistem kenegaraan atau identik
dengan negara itu sendiri. Pada masa sekarang konsep Civil Society dikenal
dengan Istilah Koinonia Politeke yaitu sebuah koonitas politik tempat warga
negara dapat terlibat lansung dalam peraturan ekonomi-politik dalam mengambil
keputusan. Istilah Koinonia Politeke dikeukakan Aris Toteles untuk
menggambarkan sebuah masyarakat politis dan etis dimana warga negara didalamnya
berkedudukan sama didepan hukum. Yang kemudian mengalami perubahan dengan
pengertain Civil Society yaitu masyarakat sipil diluar dan
penyeimbang warga negara.
Seorang negarawan Romawi bernama Marcus Tullius Cicero (106-43 SM) memiliki
pandangan yang berbeda dengan Aris Toteles. Ia mengistilahkan Masyarakat
Sipil dengan societies cvilies yaitu sebuah komonitas yang
mendominasi komonitas yang lain dengan radisi politik kota sebagai komponen
utamanya. Istilah ini lebih menekankan pada konsep negara kota (City-state)
yaitu menggambarkan kerajaan, kota, dan bentuk korporasi lainya yang menjelma
menjadi entitas dan teorganisir.
Kemudian Rumusan Civil Society dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1588-1679 M)
dan Jhon Locke (1632-1704) yang memandang perkembangan civil society sebagai
lanjutan dari evaluasi masyarakat yang berlansung secara alamiah. Menurut
Hobbes entitas negara civil society mempunyai peranan untuk meredam
konflik dalam masyarakat sehingga ia harus memiliki kekuasaan mutlak untuk
mengontrol dan mengawasi secara ketat pola-pla interaksi setiap warga negara.
Namun Menurut Jhon Locke, Kehadiran civil society untuk melindungi kebebasan
dan hak milik warga negara. Mengingat sifatnya seperti itu civil society tidak
absolut dan tidak membatasi perananya pada wilayah yang tidak dapat dikelola
warga negara untuk memperoleh haknya secara adil dan profesional.
Pada tahun 1767 Adam ferguson mengkontektualisasikan civil society dengan
konteks sosial dan politik di skotlandia dengan perkembangan kapitalisme yang
berdampak pada krisis sosial. Berbeda dengan pndangan sebelumnya ia lebih
menekankan visi etis pada civil society dalam kehidupan sosial.
Menurutnya ketimpangan sosial akibat kapitalisme harus dihilangkan. Ia yakin
bahwa publik secara alamiah memiliki spirit solidaritas sosial dan sntimen
moral yang menghalangi munculnya kembali despotisme. Kekhawatiran ia semakin
menguatnya sistem individualistis dan berkurangnya tanggung jawab sosial
mayarakat mewarnai paandangan tenag civil society waktu itu.
Pada 29 januari 1737- 8 juni 1809 aktivis politik Asal Inggris-Amerika yang
bernama Thomas Paine civil society sebagai suatu yang berlawanan
dengan lembaga negara bahkan ia dianggap sebagai antitetis negara. Berdasarkan
paradigma ini peran negara sudah saatnya untuk dibatasi. menurut paradigma ini
negara tidak lain hanyalah keniscayaan buruk belaka. Konsep negara yang absah
menurut pemikiran ini adalah perwujudan dari delegasi kekuasaan yang diberikan
oleh masyarakat demi terciptanya kesejahteraan bersama. Dengan demikian
menurutnya civil society adalah ruang dimana warga negara dapat mengembangkan
kepribadian dan memberi peluang bagi pemuasan kepentinganya secara bebas dan
tanpa paksaan.[3]
Kemudian pada tahun 1770-1831 G.W.F. Hegel, Karl Max (1818-1883), dan Antonio
Gramsci (1891-1837) mengembangkan Istilah civil society ialah elemen
ideologis keelas dominan. Pemahaman ini merupakan reaksi atas pandangan paine
yang memisahkan civil society dari negara. Berbeda dengan pandangan
paine, Hegel Memandang civil society sebagai kelompok subordinatif
terhadap negara. Menurut Ryaas Rasyid seorang pakar politik indonesia,
menurutnya pandangan ini erat kaitanya dengan perkembangan sosial masyarakat
borjuasi eropa yang ditandai dengan pelepasan diri dari cengkraman
dominasi negara.
Selanjutnya hegel menjelaskan bahwa struktur sosial civil society terdaat
tiga entitas sosial : keluarga, masyarakat sipil, dan negara. Keluarga
merupakan ruang sosialisasi pribadi anggota masyarakat yang bercirikan
keharmonisan. Sedangkan masyarakat sipil merupakan tempat berlansungya percaturan
sebagai kepentingan pribadi dan golongan terutama kepentingan ekonomi.
Menurutnya negara merupaka ide universa yang bertugas melindungi kepentingan
politik warganya dan mempunyai hak penuh untuk intervensi terhadap civil
society.
Berbeda dengan hegel, karl max memandang civil society sebagai
masyarakat borjuis. Dalam konteks hubungan produksi kapitalis. Keberadaan civil
societymerupakan kendala besar bagi upaya pembebasan manusia dari penindasan
kelas pemiik modal. Oleh karena itu civil society harus dilenyapkan
demi terwujudnya tatanan masyarakat tanpa kelas.
Berbeda dengan max. Antonio Gramsci tidak memandang masyarakat sipil dalam
konteks relasi produksi tetapi lebih pada sisi idiologis. Gramsci meletakan
masyaraakat madani pada struktur berdampingan degan negara yang disebut sebagaiPolitical
society. Menurutnya civil society merupakan tempat perebutan posisi
hegemoni untuk membentuk konsensus dalam masyarakat. Ia memberiakan pandangan
penting kepada kaum cendikiawan sebagai aktor dalam proses utama perubahan
sosial dan politik.
Selanjutnya wacana civil society sebagai reaksi
terhadap mazhab hegelian dikembangkan oleh Alexis de Tocqueville (1805-1859 M)
yang bersumber dari pengalamanya mengamati budaya demokrasi america. Menurutnya
Tocqueville kekuatan politik dalam masyarakat sipil merupakan kekuatan utama
yang menjadikan demokrasi amerika mempunyai daya tahan yang kuat. Berkaca pada
budaya amerika yang berciri Plural, Mandiri, dan kedewasaan berpolitik warga
negara manapun mampu mengimbangi dan mengontrol kekuatan negara.
Berbeda dengan hegelian, pemikiran Tocqueville lebih menempatkan masyarakat
sipil sebagai suatu yang tidak apriori maupun tersubordinasi lembaga negara.
Sebaliknya civil society bersifat otnom dan memiliki kepastian
politik cukip tinggi sehingga mampu menjadikan kekuatan penyeimbang terhadap
kecenderungan intervensi negara atas warga negara.
Dari sekian banyak pandangan mengenai civil society, Mazhab
Gramscian dan Tocquevillian telah menjadi inspirasi gerakan prodemokrasi di
eropa timur dan eropa tengah pada dasawarsa 80-an. Pengalaman kawasan ini hidup
dibawah dominasi negara terbukti telah melumpuhkan kehidupan masyarakat sipil.
Tidak hanya di eropa timur dan eropa tengah , muzhab pemikiran civil
societytocquelville juga dikembangkan oleh cendikiawan muslim indonesia Dawam
Rahardjo dengan konsep masyarakat madaninya, rahardjo mengilustrasikan bahwa
peranan pasar sangat menenukan unsur-unsur dalam masyarakat madani sedangkan
menurut Wutnow dalam hubungan anrata unsur-unsur pokok masyarakat madani faktorValuntary sangat
menentukan pola interaksi antara negara dan pasar.
Didalam tatanan pemerintahan yang demokratis komponen
rakyat disebut masyarakat madani (Civil Society) yang harus memperoleh peranan
utama. Dalam sistem demokrasi kekuasaan tidak hanya ditangan penguasa melainkan
ditangan rakyat. Jadi peran sektor swasta sangat mendukung terciptanya proses
keseimbangan kekuasaan dalam koridor pemerintahan yang baik, seketika peran
swasta bisa berada diatas ini terjadi jika pembuatan kebijakan publik berkolusi
dan tergoda untuk memberikan akses yang longgar pada konglomerat ataupun
usahawan.
sumber : bewey92.blogspot.co.id/2014/06/pengertian-ciri-masyarakat-madani.html
dewi-13202036.blogspot.co.id/2015/04/makalah masyarakatmadani_27.html
0 komentar:
Posting Komentar